Oleh: Felix Bonaparte Simamora, SH.,MH
Advokat & Konsultan Hukum
MediaSuaraMabes, Jakarta – Kesepakatan merupakan hal yang umum yang kerap dilakukan oleh masyarakat saat ini yang kemudian dituangkan dalam bentuk perjanjian. Dalam prakteknya terdapat berbagai jenis perjanjian yang dibuat oleh para pihak, namun pada artikel hukum ini akan membahas terkait pinjam meminjam dan perjanjian penitipan
Sebelum lebih lanjut mengetahui perbedaan antara dua jenis perjanjian tersebut, baiknya terlebih dahulu kita mengetahui definisi dari pinjam-meminjam dan penitipan berdasarkan peraturan yang berlaku
Dalam Pasal 1754 KUHPerdata, pinjam meminjam didefinisikan sebagai perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada pihak lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang menghabis karena pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang akan mengembalikan jumlahnya sama dari macam dan keadaan yang sama pula. Sedangkan berdasarkan Pasal 1694 KUHPerdata adalah penitipan terjadi apabila seorang menerima barang dari orang lain, dengan syarat bahwa ia akan menyimpannya dan mengembalikannya dalam wujud asalnya.
Berdasarkan definisi di atas, dapat dikatakan bahwa kedua hal tersebut tidak memiliki perbedaan yang signifikan, tetapi sebagai pelaku usaha yang akan mengadakan perjanjian tersebut harus mencermati konstruksi hukum apa yang terjadi dalam hubungan hukum yang disebabkan oleh kedua perjanjian tersebut;
Dalam hal perbedaannya, terdapat pada permasalahan yang timbul ialah menyangkut kepemilikan, apabila perjanjian yang diadakan ialah perjanjian penitipan maka kepemilikan dari barang yang diperjanjikan tidak berpindah sehingga penerima titipan tidak dapat memindah tangankan barang tersebut tanpa sepengetahuan pemilik barang
Selain itu perjanjian penitipan juga memiliki ketentuan yang menyatakan bahwa barang yang dititipkan dapat sewaktu-waktu meminta barang yang dititipkannya tersebut hal ini tertulis dalam Pasal 1725 KUHPerdata yang menyatakan:
‘’ Barang yang dititipkan harus dikembalikan kepada orang yang dititipkan, seketika apabila dimintanya, sekalipun dalam perjanjiannya telah ditetapkan suatu waktu lain untuk pengembaliannya, kecuali apabila telah dilakukan suatu penyitaan atas barang-barang yang berada di tangan si penerima titipan’’.
Oleh karena itu jika barang yang ditipkan tidak dikembalikan seketika setelah diminta maka dapat dituduhkan ancaman kepada penerima titipan. Ancaman tersebut dapat merupakan ancaman pidana penggelapan sesuai dengan Pasal 372 Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP), yang menyatakan :
‘’ Barangsiapa dengan sengaja memiliki dengan melawan hukum hak sesuatu barang yang sama sekali atau sebagiannya termasuk kepunyaan orang lain dan barang itu ada di dalam tangannya bukan karena kejahatan, dihukum karena penggelapan, dengan hukuman penjara selama-lamanya empat tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp, 900,-
Sedangkan dalam hal perjanjian pinjam meminjam, obyek hutang piutang berada di ranah hukum perdata, sehingga tidak bisa ditarik ke ranah pidana sebagaimana terjadi pada pnenitipan. Dalam perjanjian pinjam meminjam, ditentukan batas waktu pembayarannya, yang mana menentukan waktu / saat dimana si pemberi pinjaman dapat menagih pengembalian hutangnya secara sepihak, sebab hutang hanya bisa ditagih ketika jatuh tempo pembayaran. Dalam hal terjadi sengketa, maka dapat diajukan gugatan perdata dikarenakan wanprestasi atas kesepakatan yang telah disepakati. Hal terkait wanprestasi sendiri telah diatur di dalam Pasal 1243 KUHPer, yang menyatakan :
“Penggantian biaya, rugi, dan bunga karena tidak terpenuhinya suatu perikatan, barulah mulai diwajibkan.
WA/HP : 081294800539
Email : Felix79mamora@gmail.com
Comment