Pedagang Durian, Keberanian Bertahan di Pinggir Jalan Sunter

MediaSuaraMabes, Sunter Jakarta Utara – Di balik hiruk-pikuk lalu lintas yang padat dan nuansa malam yang tak pernah sepenuhnya sepi, terdapat sebuah dunia kecil yang tak banyak disadari. Seorang pedagang durian, yang telah bertahun-tahun berdiri di pinggir jalan Sunter, adalah contoh nyata dari tekad dan keberanian dalam menjalani kehidupan.

Namanya Bang Awal, asli Medan seorang pria paruh baya yang sudah lebih dari sepuluh tahun menjalani profesi sebagai pedagang durian. Setiap malam, ia mendirikan tenda kecil di trotoar sepanjang jalan Sunter, tepat di depan gedung perkantoran yang ramai. Meski sudah larut malam, tenda yang sederhana ini tetap dipenuhi pelanggan yang datang untuk menikmati durian, buah tropis yang memang memiliki penggemar setia.

Bang Awal , mulai berjualan sejak sore, ketika matahari masih terbenam di balik gedung-gedung tinggi Jakarta. Berbeda dengan pedagang lainnya yang pulang lebih awal, Bang Awal memilih untuk bertahan hingga tengah malam. Ia mengungkapkan, “Durian itu bukan sekadar buah, tapi juga sebuah kesempatan. Banyak orang yang baru pulang kerja, mereka sering mampir beli durian untuk santai di rumah atau sekadar ngobrol dengan teman.”

Di luar tenda, durian-durian segar tersusun rapi dalam keranjang besar, siap dipilih oleh pelanggan yang ingin menikmati rasa manis dan khas dari buah berduri ini. Bang Awal, dengan sabar melayani mereka yang datang, mulai dari memilihkan durian yang tepat hingga memastikan pelanggan merasa puas dengan kualitas buahnya. “Kadang ada yang minta yang manis banget, atau ada yang suka yang sedikit pahit. Saya coba sesuaikan, karena durian itu kan rasanya beda-beda,” ujarnya sambil memegang pisau tajam untuk membuka durian.

Malam semakin larut, namun jalanan Sunter tetap ramai dengan kendaraan. Meskipun tidak ada angkutan umum yang lewat lagi, para pelanggan setia tetap datang dengan motor pribadi. Bang Awal tampak tak kenal lelah, meskipun sudah hampir jam 12 malam. “Kadang ada yang datang jam 11 malam, mereka baru selesai kerja dan masih pengen makan durian. Ini sudah jadi rutinitas saya, meski sudah malam,” tambahnya.

Tentu saja, berjualan durian di tengah malam di pinggir jalan bukan tanpa tantangan. Cuaca panas yang menyengat di siang hari, gangguan kebisingan dari kendaraan yang tak pernah berhenti, hingga persaingan dengan pedagang lain di sekitar wilayah, semua itu harus dihadapi dengan sabar. Bang Awal , mengaku bahwa salah satu tantangan terbesar adalah menjaga kualitas durian agar tetap segar sepanjang malam. “Pagi sampai sore itu saya pilih durian yang terbaik. Kalau malam, saya pastikan buahnya masih segar dan enak.”

Namun, ia tak memandang itu sebagai beban. Baginya, berdagang durian bukan hanya soal mencari nafkah, tetapi juga soal membangun hubungan dengan para pelanggan. “Ada yang jadi langganan tetap. Mereka bilang durian saya enak, dan saya senang bisa buat mereka puas. Kalau sudah begini, rasanya capek pun nggak terasa,” katanya dengan senyum.

Sebagai pedagang di pinggir jalan yang sudah eksis selama bertahun-tahun, Bang Awal telah menjadi bagian dari pemandangan kota Jakarta yang tak pernah tidur. Seperti banyak pedagang lainnya, ia tak hanya bertahan, tetapi juga tumbuh dan berkembang melalui kerja keras dan keuletan. Malam demi malam, dengan durian sebagai komoditas utama, ia melanjutkan usahanya, terus mencari cara untuk memberikan pelayanan terbaik kepada pelanggan setianya.

Di balik kesederhanaan tenda dan meja penjualannya, ada kisah ketekunan, keberanian, dan semangat yang tak pernah padam. Sungguh, pedagang durian di Sunter ini adalah bukti bahwa setiap usaha, sekecil apapun, memiliki cerita dan makna yang patut dihargai.

Komarudin
Jurnalis DKI Jakarta

Comment