MediaSuaraMabes, Agam – Di tengah perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Partai Gelora ke-6, dunia politik Sumatera Barat khususnya Kabupaten Agam dikejutkan bergabungnya tokoh senior, Buya Asra Faber, ke dalam partai Gelora tersebut.
Dalam sebuah perbincangan eksklusif, Buya Asra Faber buka- bukaan menceritakan alasan di balik keputusan penting ini, sekaligus menjawab tudingan “kutu loncat” yang mungkin dialamatkan padanya.
Buya Asra Faber menegaskan, keputusannya adalah hasil dari sebuah amanah yang tak terhindarkan, sejalan dengan visi besarnya untuk memastikan politik dikendalikan oleh orang-orang yang baik.
Buya Asra Faber mengakui bahwa usianya seharusnya fase istirahat dari hiruk pikuk politik. Namun, amanah yang datang bertubi-tubi dari berbagai sesepuh, tokoh, termasuk Ketua DPW Partai Gelora, membuat nuraninya merasa terpanggil kembali.
” Sebenarnya sesuai umur saya mau istirahat berpolitik, namun tahu-tahu saya dihubungi oleh beberapa tokoh, dan juga Ketua DPW Gelora, sehingga saya tidak bisa menolak,” ujarnya.
Ia menekankan prinsipnya dari dulu, tidak pernah meminta jabatan atau amanah politik, termasuk saat ia bertugas di Kementerian Agama.
Jika amanah itu datang, ia akan memikirkannya secara serius, apalagi di kancah politik.
Riwayat politiknya yang sempat berafiliasi dengan PKS, Demokrat, dan Nasdem, Buya Asra Faber memberikan penjelasan tegas yang membongkar pandangan seolah-olah ia seorang “kutu loncat”.
Ia menekankan, organisasi atau partai itu adalah alat, bukan tujuan. Menurutnya, setiap tokoh wajib memilih wadah atau kendaraan politik yang paling tepat untuk menyalurkan dan menyampaikan pesan-pesan kebaikan kepada masyarakat.
Dalam konteks ini, Gelora dinilainya sebagai kendaraan yang paling ‘pas’ saat ini untuk berjuang bersama sesama orang baik.
Secara mengejutkan, Buya Asra Faber juga mengungkapkan adanya persoalan internal dengan PKS. Ia mengaku hingga kini belum pernah secara resmi menyatakan keluar dari PKS.
Namun, ia merasa langkah politiknya saat Pilkada Agam seolah mengganggu beberapa kelompok di PKS. “Sampai saat ini saya belum pernah menyatakan keluar dari PKS… waktu saya ikut Pilkada.
kelompok PKS nampaknya merasa terganggu,” ungkapnya.
Bahkan, ia menyayangkan Dana Kompensasi suaranya, yang merupakan dana pribadi sebagai caleg bukan dana partai, hingga kini belum dibayarkan oleh PKS.
Keputusan finalnya bergabung dengan Gelora didasarkan pada penilaiannya terhadap kualitas kepemimpinan partai.
“Saya lihat pimpinan Gelora adalah Tokoh Politik yang Religius dan mereka adalah tokoh serta pendiri partai sebelumnya,” papar Buya Asra Faber.
Ia mempertanyakan mengapa orang-orang baik tidak dipertahankan di wadah sebelumnya. Visi dan misinya bersama Gelora ke depan ia simpulkan dalam satu poin tunggal.
Orang baik-baik wajib ikut berpolitik. Gelora menjadi pilihan karena pimpinan pusatnya dinilai mumpuni, memiliki peluang yang menjanjikan, dan ia yakin tokoh-tokoh baik lainnya akan berpikiran sama dengannya.
Menutup perbincangan, Buya Asra Faber menyampaikan pesan retoris yang menggugah.
Ia mengajak seluruh tokoh yang ingin berbuat baik melalui jalur partai untuk bergabung dengan Gelora, khususnya di Kabupaten Agam.
“Selamat HUT Partai Gelora ke-6. Semoga Indonesia dipimpin oleh tokoh-tokoh baik yang bisa menyejahterakan rakyat,” pungkasnya, sembari menyebut popularitas tokoh baik seperti Pak Purbaya saat ini, sebagai bukti bahwa orang baik juga bisa menjadi idola anak bangsa.
(FK/YamanLbs)

Redaksi Media Suara Mabes (MSM) sebagai editor Publisher Website









Comment