Pakar Hukum Administrasi Tata Negara SIW Bicara : Penugasan Polri di Luar Institusi Tetap Sah dalam Perspektif Hukum Administrasi Negara

MediaSuaraMabes, Mataram – Pakar Hukum Administrasi Tata Negara DPN Sasak Integrity Watch (SIW), Dr. Firzhal Arzhi Jiwantara, S.H., M.H., menyampaikan pandangan akademik dan yuridis terkait polemik penugasan anggota Polri di luar institusi pascaputusan Mahkamah Konstitusi Nomor: 114/PUU-XXIII/2025. Sebagai akademisi dan praktisi hukum Universitas Muhammadiyah Mataram, Dr. Firzhal menegaskan bahwa dari perspektif Hukum Administrasi Negara, penugasan tersebut tetap sah dan tidak bertentangan dengan hukum positif karena masih memenuhi tiga unsur legalitas: kewenangan, prosedur, dan substansi.
1. Kewenangan Atributif Presiden Tidak Hilang Tanpa Amar Pembatalan MK
Menurut Dr. Firzhal, sistem kewenangan dalam Hukum Administrasi Negara bersifat tertutup (gesloten stelsel van bevoegdheid). Seorang pejabat hanya dapat bertindak jika terdapat dasar kewenangan yang jelas dalam undang-undang.
Dalam hal ini, Pasal 28 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Polri memberikan kewenangan atributif kepada Presiden dan Kapolri untuk menugaskan anggota Polri pada instansi tertentu.
“Putusan MK tersebut tidak memuat amar pembatalan terhadap Pasal 28 UU Polri. Selama tidak ada amar pembatalan eksplisit, norma undang-undang tetap berlaku penuh dan menjadi sumber kewenangan yang sah,” tegasnya.
Ia menambahkan bahwa MK hanya dapat melakukan normative destruction (vernietiging) apabila putusannya bersifat pembatalan normatif, bukan sekadar penegasan moral konstitusional.
2. Penugasan Polri adalah KTUN (Beschikking) yang Sah Secara Prosedural
Penugasan anggota Polri ke luar institusinya diterbitkan dalam bentuk Keputusan Tata Usaha Negara (KTUN) yang bersifat:
•Individual
•Konkret
•Final
Dalam doktrin Hukum Administrasi, sebuah beschikking dinyatakan sah apabila:
1.Dikeluarkan oleh pejabat berwenang
2.Berdasarkan peraturan perundang-undangan
3.Sesuai Asas-Asas Umum Pemerintahan yang Baik (AUPB)
“Putusan MK tidak mengubah ketentuan prosedural penerbitan KTUN. Maka secara rechtmatigheid van de procedure, keputusan penugasan Polri tetap sah,” jelas Dr. Firzhal.
Ia menekankan bahwa administrasi negara bekerja berdasarkan prinsip legalitas positif — selama undang-undang masih berlaku, tindakan administratif yang bersumber dari undang-undang tetap sah.
3. Secara Substansi, Penugasan Polri Masih Sesuai Tujuan Administratif yang Sah
Dalam kerangka materiële rechtmatigheid (legalitas substantif), suatu tindakan pemerintahan dinyatakan sah apabila sejalan dengan tujuan undang-undang yang mendasarinya.
Dr. Firzhal menjelaskan:
“Penugasan Polri ke lembaga negara tetap berada dalam tujuan UU Polri: keamanan, penegakan hukum, dan kepentingan negara. Putusan MK tidak menyatakan tujuan tersebut bertentangan dengan konstitusi.”
Karena itu, penugasan tersebut tetap memenuhi:
•Doelmatigheid (kepatutan tujuan)
•Rechtmatigheid (kesesuaian dengan hukum)
4. Putusan MK Tidak Dapat Membatalkan Keabsahan Tindakan Administratif Tanpa Pembatalan Norma
Dijelaskan pula bahwa kedudukan Putusan MK dalam sistem hukum Indonesia bersifat negative legislator, bukan positive legislator. Artinya MK tidak dapat membentuk norma baru atau menghapus kewenangan pejabat tanpa amar pembatalan.
“Selama norma undang-undang tidak dibatalkan, tindakan administratif yang bersandar pada norma itu tetap sah. Pesan moral Putusan MK tidak dapat menggugurkan tindakan administratif yang legal,” tegasnya.
Dengan demikian:
•Aturan (UU Polri) tetap berlaku
•Tindakan (penugasan Polri) tetap sah
•Putusan MK tidak menghapus aturan
•Legalitas tindakan tidak terganggu
5. Kesimpulan: Legalitas Penugasan Polri Tetap Tegak
Dr. Firzhal menyimpulkan bahwa:
1.Kewenangan atribusi Presiden dalam Pasal 28 UU Polri tetap berlaku dan tidak dibatalkan MK.
2.KTUN penugasan Polri tetap sah karena memenuhi unsur kewenangan, prosedur, dan AUPB.
3.Tujuan administratif penugasan tetap sejalan dengan legalitas substantif.
4.Putusan MK tidak dapat membatalkan tindakan administratif yang bersandar pada norma yang tidak dibatalkan.
Ia juga menegaskan bahwa polemik publik seharusnya dipahami dalam kerangka teori Mandatum Ad Officium Extra Ordinarium—bahwa negara dapat menugaskan aparat pada fungsi strategis di luar struktur asal selama kewenangannya jelas dan tidak dibatalkan hukum.
Tentang Sasak Integrity Watch (SIW)
SIW merupakan lembaga yang fokus pada pengawasan integritas, tata kelola pemerintahan, dan advokasi kebijakan publik berbasis data hukum dan administrasi negara. Dewan pakar SIW terdiri dari akademisi, praktisi hukum, dan tokoh masyarakat yang berkomitmen pada terwujudnya pemerintahan yang bersih dan efektif. (*Red)

Comment