SuaraMabes, Jakarta – Kenaikan Harga Batubara Acuan (HBA) bulan April 2021, yang lebih dari 80 USD/ton diperkirakan akan berlanjut pada bulan-bulan berikutnya, bahkan menembus angka 100 USD/ton.
Kondisi ini diduga akan memicu penjualan komoditas mineral itu ke luar negeri. Mengingat harga batu bara DMO (Domestic Marketing Obligation/DMO) adalah sebesar 70 USD/ton.
Dalam jangka panjang sikap ambil untung dengan ekspor batubara ini dikhawatirkan akan mengganggu operasional pembangkit listrik PLN dan swasta yang masih menggunakan batu bara sebagai sumber energi.
Menyikapi hal itu, anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto minta pemerintah konsisten dan tegas melaksanakan ketentuan dalam prioritas pemasaran dalam negeri (DMO) tersebut.
“Pemerintah harus tegas memberi sanksi kepada perusahaan tambang batubara yang terbukti mengabaikan kewajibannya. Persoalan pemenuhan kewajiban DMO ini jangan dianggap sepele karena berpotensi menimbulkan instabilitas pasokan listrik nasional,” demikian disampaikan Mulyanto dalam rapat Panja Listrik, Komisi VII DPR RI bersama Dirjen Gatrik, Dirjen Minerba dan Dirut PLN, Selasa (6/4/2021).
Mulyanto mendesak, pemerintah segera bersikap jangan sampai pengusaha lebih mendahulukan pasar ekspor untuk mengambil keuntungan besar dengan mengorbankan komitmen mereka terhadap pasar domestik.
“Sebab, kalau semangat pengusaha batubara itu diteruskan, bisa-bisa PLTU kita padam,” jelas Mulyanto.
Mulyanto mencontohkan sejak Desember 2020, cadangan batubara untuk PLTU Suralaya sudah sangat tipis, yaitu tinggal 5 hari operasi. Padahal pada saat kondisi normal, cadangan batu bara tersebut bisa untuk 15 hari operasi.
“Karena itu Pemerintah harus konsisten dan tegas,” kata Wakil Ketua F-PKS DPR RI Bidang Industri dan Pembangunan ini.
Mulyanto menilai, kebijakan DMO 25% batu bara serta mencaping (menjaga) harga batubara DMO konstan sebesar 70 USD/ton sudah sangat bagus, karena memberi jaminan bahan bakar dan harga bagi operasi PLTU.
“Namun sayangnya regulasi yang mengatur sanksi DMO ini berubah-ubah dari tahun ke tahun, dan sanksi pada ketentuan DMO tahun 2021 semakin ringan. Sanksi pengurangan kuota produksi dan kuota ekspor dihapuskan,” ungkap Mulyanto.
Mulyanto mengungkapkan, yang ada saat ini hanya sanksi pembayaran kompensasi.
“Kita khawatir pengusaha batubara tetap mengekspor produk mereka dengan mengabaikan kuota DMO, apalagi ketikan besaran kompensasi bisa ditutupi dari keuntungan ekspor. Contohnya seperti sekarang ini, ketika harga batubara melambung, ditengarai kewajiban DMO tersebut diabaikan,” beberapa Mulyanto.
Mulyanto menduga ini disebabkan sanksi yang ringan dan konsistensi pemerintah.
Dalam Kepmen ESDM No. 261.K/30/MEM/2019 tentang Pemenuhan Kebutuhan Batubara Dalam Negeri, pemerintah hanya menekanan adanya pembayaran kompensasi, dan tidak ada sanksi lain.
“Karena itu ke depan, mengingat harga barubara cenderung naik menuju USD 100/ton, maka peluang pelanggaran terhadap DMO ini semakin potensial.
Lebih lanjut, legislator asal Dapil Banten 3 ini pun mengingatkan pemerintah untuk mengevaluasi sanksi dalam Kepmen ESDM tahun 2021 tentang DMO serta konsisten dalam penerapannya.
“Untuk itu pemerintah perlu mengevaluasi sanksi dalam Kepmen ESDM tahun 2021 tentang DMO serta konsisten dalam penerapannya,” tandas Mulyanto. (ron)
Comment