Bupati Agas Mengusir Masyarakat Yang Mencoba Meminta Klarifikasi Tentang Tana Watu Pajung

SuaraMabes, Manggarai Timur – Bupati Manggarai Timur, Bapak Ande Agas pada hari kamis 20 Agustus 2021, menghadiri acara peletakan batu pertama pembangunan rest area di Watu Pajung sebagai penopang Pariwisata Labuan Bajo.

Bupati Agas mengatakan, pembangunan rest area nanti ada beberapa komponen didalamnya, ada lahan parkir, ada tempat menjual cindera mata, ada gazebo. Pembangunan rest area di Watu Pajung hanyalah untuk menunjang destinasi Labuan Bajo.

Bupati Ande Agas dalam sambutan menyentil soal polemik penyerahan Tanah Watu Pajung pada tahun 2015 lalu. Sebelumnya Ande Agas mendapat Surat Cinta dari Sulatin yang merupakan Koordinasi Masyarakat Nanga Mbaur menolak Tanah Watu Pajung ke Pemda Manggarai Timur.

Sulatin yang hadir saat acara peletakan batu pertama rest area, tidak terima dengan pernyataan Ande Agas bahwa tanah Watu Pajung sudah diserahkan oleh Tetua Adat atau Tua Teno. Untuk menguatkan klaim tersebut, Ande Agas mengonfirmasi kepada Kepala Desa Nanga Mbaur Bapak Warkah Jaludin.

Sulatin menginterupsi sambutan Ande Agas soal penyerahan Tanah Watu Pajung tersebut, mendapat bentakan dari Bupati Ande Agas. Lalu Ande Agas menyuruh pihak keamanan untuk mengusir Sulatin keluar dari kemah acara.

Peristiwa bentakan dan pengusiran Sulatin oleh Bupati Ande Agas ini sudah viral disosial media. Ketika kami secara terpisah meminta keterangan dari Sulatin, dia menuturkan bahwa sebelum ada agenda kedatangan Bupati Ande Agas ke Watu Pajung, kami sudah buat Surat Cinta Kepada Bupati Ande Agas dan bapak Bupati sendiri sudah baca suratnya.

Isi surat cinta tersebut hanya untuk meminta Bupati mengevaluasi penyerahan Tanah Watu Pajung pada tahun 2015, karena ada temuan cacat formil dan materil didalamnya. Ini tentu kami lakukan investigasi dilapangan. Adapun temuan kami adalah sebagai berikut;
1. Mekanisme penyerahan/pengalihan aset strategis desa tidak dilakukan melalui musyawarah seluruh masyarakat Nanga Mbaur. Ini terbukti dengan tidak adanya unsur Badan Permusyawaratan Desa (BPD) didalam tanda tangan penyerahan tersebut.
2. Berita acara penyerahan Watu Pajung tersebut cacat formil karena tidak mencantumkan luas area secara jelas.
3. Tidak adanya sketsa lokasi atau peta wilayah tanah yang diserahkan tersebut.
4. Ada temuan pemalsuan tanda tangan salah satu teno didalam berita acara tersebut, dan teno berinisial HL saat saya wawancara di rumahnya pada tanggal 16 Agustus 2021 jam 11.28 WIT. Pasti ada oknum yang memalsukan tanda tangannya.

Inilah tuntutan yang kami sampaikan melalui surat cinta kepada Bupati Ande Agas tersebut. Kami tunggu langkah bijaknya Ande Agas sampai pada hari peletakan batu tidak ada sama sekali.

Kami sudah negosiasi dengan pihak protokolernya untuk memasukan agenda kami. Kami hanya butuh 3 menit saja untuk membacakan pernyatan sikap kami, akan tetapi usulan kami ditolak.

Saya sangat menyayangkan sikap otoriter Bupati Agas terhadap masyarakatnya. Di era perayaan demkorasi ini kok masih ada pemimpin di Negeri ini yang suka membentak dan mengusir masyarakarnya.

Saya tidak tau persis mengapa mereka tidak memberi ruang bagi kami untuk menyuarakan aspirasi kami. Saat ini kami hanya menduga-duga pasti ada konspirasi besar dibalik polemik penyerahan Tanah Watu Pajung ini.

Comment