MediaSuaraMabes, Jakarta — Lembaga Advokasi Rakyat Untuk Nusantara (ARUN) secara resmi melaporkan enam media daring ke Dewan Pers Republik Indonesia atas dugaan pelanggaran Kode Etik Jurnalistik (KEJ) serta penyebaran berita yang dianggap tidak akurat dan berpotensi menyesatkan publik terkait kegiatan advokasi konflik agraria di Kalimantan Barat.
Laporan tersebut disampaikan oleh Yudi Rijali Muslim, S.H., M.H., selaku Pengurus DPP ARUN Bidang Hukum dan HAM, pada Selasa (28/10/2025) di Jakarta. Ia menegaskan bahwa langkah ini merupakan bentuk tanggung jawab moral ARUN dalam menjaga integritas informasi publik dan menegakkan prinsip etika pers yang sehat.
“Kami menghormati kebebasan pers sebagai pilar demokrasi. Namun kebebasan itu tidak boleh disalahgunakan dengan menyebarkan informasi yang tidak diverifikasi dan tidak berimbang. Kami menemukan adanya indikasi kuat pelanggaran terhadap prinsip dasar jurnalisme,”
tegas Yudi Rijali Muslim.
Enam media tersebut sebelumnya memuat berita mengenai kegiatan advokasi ARUN di wilayah Ketapang, Kalimantan Barat, yang menurut ARUN mengandung unsur tendensius, tidak akurat, dan tanpa konfirmasi.
Yudi menjelaskan, pemberitaan tersebut tidak hanya mencederai reputasi organisasi, tetapi juga menyesatkan masyarakat terkait kegiatan advokasi hukum terhadap warga di Desa Pelanjau Jaya dan sekitarnya.
“Kami memiliki bukti bahwa berita-berita tersebut tidak melalui proses verifikasi yang benar. Tidak ada upaya konfirmasi dari pihak media kepada kami sebelum berita dipublikasikan,”
ujarnya menegaskan.
Selain melapor ke Dewan Pers, ARUN juga menyatakan siap menempuh langkah hukum pidana terhadap pihak yang diduga menyebarkan informasi yang mengandung fitnah atau hoaks.
“Kami akan melanjutkan ke ranah pidana apabila ditemukan unsur perbuatan melawan hukum dalam pemberitaan tersebut. ARUN bekerja berdasarkan surat kuasa resmi dari masyarakat dan hasil kajian hukum yang menunjukkan bahwa warga memiliki hak sah atas tanah yang menjadi objek advokasi,”
kata Yudi.
Anggota Tim Hukum ARUN, Saaqib Faiz Baarrffan, S.H., menegaskan bahwa langkah pelaporan ini bukan bentuk anti terhadap kritik, melainkan bagian dari komitmen menjaga profesionalisme dan tanggung jawab media.
“Kami tidak anti kritik. Namun kritik harus berbasis data dan fakta, bukan opini yang menghakimi. Dewan Pers berwenang menilai aspek etik, sementara untuk unsur pidana kami siap menempuh jalur hukum jika syaratnya terpenuhi,”
ujar Saaqib.
Dalam pengaduannya, ARUN berpedoman pada beberapa regulasi resmi, antara lain:
Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers;
Peraturan Dewan Pers Nomor 4/Peraturan-DP/III/2008 tentang Kode Etik Jurnalistik; dan
Peraturan Dewan Pers Nomor 1/Peraturan-DP/I/2012 tentang Pedoman Hak Jawab.
Laporan tersebut telah diterima secara resmi oleh Dewan Pers Republik Indonesia di Jl. Kebon Sirih No. 32–34, Jakarta Pusat, untuk diproses sesuai mekanisme etik dan hukum yang berlaku.
Yudi Rijali menegaskan, langkah ini bukan sekadar pembelaan terhadap nama baik lembaga, tetapi juga dorongan moral agar media massa tetap menjalankan fungsi kontrol sosialnya secara objektif dan bertanggung jawab.
“Kami percaya, media yang profesional akan menghormati kebenaran dan etika. Karena itu, kami meminta Dewan Pers melakukan evaluasi menyeluruh agar praktik pemberitaan yang tidak sesuai etika tidak lagi terjadi,” tutup Yudi.
(Zaenal Abidin)

Redaksi Media Suara Mabes (MSM) sebagai editor Publisher Website









Comment