Sudah 9 Tahun Janji Tak Ditepati, Faisal Bungkam Soal Hutang Rp 931 Juta & Fortuner BL 555 FS

MediaSuaraMabes, Banda Aceh – Selama sembilan tahun saya, Surjana, memilih diam, menunggu kejujuran datang dari seseorang yang dulu saya percaya. Tapi diam saya justru dianggap kelemahan. Hari ini, saya berbicara — bukan karena marah, tapi karena kecewa.

Yang saya hadapi bukan hanya soal uang, melainkan soal harga diri dan kepercayaan yang telah dipermainkan oleh Faisal, seorang warga Banda Aceh yang bekerja pada Kantor Notaris/PPAT Nadia, S.H., M.Kn., beralamat di Jalan Tgk. H.M. Daud Beureueh No. 8, Banda Aceh.

Sebagai seseorang yang bekerja di lingkungan hukum, kejujuran seharusnya menjadi fondasi utama dalam setiap tindakan. Namun, ketika prinsip itu diabaikan, yang tersisa hanyalah janji tanpa tanggung jawab dan nurani yang perlahan hilang.

Berdasarkan catatan pribadi dan bukti transfer yang saya pegang, kewajiban yang belum dipenuhi oleh Faisal berjumlah Rp931.400.000,- (sembilan ratus tiga puluh satu juta empat ratus ribu rupiah).

Jumlah tersebut termasuk pembayaran atas satu unit Toyota Fortuner (nomor polisi BL 555 FS) yang hingga kini masih berada dalam penguasaan dan dipergunakan dalam kesehariannya bersama keluarganya oleh Saudara Faisal.

Perlu saya tegaskan, agar tidak disalahpahami oleh pihak keluarga, kendaraan tersebut bukan hasil kerja keras Faisal, melainkan berasal dari uang yang saya serahkan, sehingga tidak sepantasnya dianggap sebagai milik pribadi atau hak keluarganya.

Transaksi pembelian kendaraan dimulai dengan uang muka sebesar Rp60.000.000,- yang saya transfer pada 10 Mei 2016 ke rekening Dunia Barusa – Bank Mandiri No. 105-009907926-5.

Selain itu, terdapat beberapa transaksi lain yang mengalir ke rekening atas nama Faisal, yaitu:

1. BNI – 0237943887 a.n. Faisal
2. BRI – 105201003255503 a.n. Faisal
3. Bank Mandiri – 1050004378406 a.n. Faisal
4. Bank Bukopin – 0201065832 a.n. Faisal

Sebelum saya memutuskan menulis pernyataan ini, saya dan/atau perwakilan saya telah tiga kali melakukan pendekatan persuasif kepada Faisal agar persoalan ini dapat diselesaikan secara baik-baik.

Namun, yang saya terima hanya diam dan penghindaran.

Bukannya beritikad untuk menyelesaikan persoalan secara kekeluargaan, Faisal justru memilih mencari pengacara untuk melindungi diri dari tanggung jawab yang seharusnya ia penuhi — sebuah sikap yang tidak gentlemen bagi seseorang yang mengaku berpendidikan dan bekerja di lingkungan hukum.

Sikap ini tidak hanya menunjukkan pengingkaran moral, tetapi juga memperjelas bahwa ia lebih memilih berlindung di balik formalitas hukum ketimbang menghadapi kebenaran dengan jujur dan terbuka.

Saya tidak hanya dirugikan secara materi, tapi juga secara batin — karena ketulusan dan rasa percaya saya telah dipermainkan oleh seseorang yang saya anggap memiliki tanggung jawab moral.

Pada 3 November 2025, saya mengirimkan permintaan resmi agar Faisal membayar Rp200.000.000,- (dua ratus juta rupiah) sebagai pembayaran awal, dengan tenggat waktu hingga 5 November 2025.

Sampai hari ini, Faisal tetap bungkam, seolah-olah kejujuran dan komitmen adalah hal yang tidak perlu ditepati.

Dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab, saya menuntut agar Saudara Faisal:

1. Segera melakukan pembayaran tunai atau transfer sebesar Rp200.000.000,- sebagai bukti itikad baik; atau
2. Mengajukan skema pelunasan tertulis dan realistis atas sisa kewajiban dalam waktu 3 (tiga) hari kerja sejak pernyataan ini diterbitkan; atau
3. Jika Saudara tetap tidak menunjukkan itikad baik, saya akan mengungkapkan secara terbuka sikap dan tindakan Saudara yang selama ini saya alami, agar masyarakat memahami watak yang sesungguhnya dan tidak ada lagi pihak lain yang tertipu oleh kepercayaan yang sama.

“Mungkin bagi Faisal, kejujuran hanya berlaku saat masih butuh. Begitu hasrat duniawi dan kepentingan pribadi telah tercapai, nurani pun ikut disingkirkan — habis manis, sepah dibuang. Namun perlu diingat, kebenaran pada akhirnya akan datang juga, dan ketika ia datang, tidak ada lagi tempat bersembunyi bagi mereka yang berkhianat.

”SUDIRMAN”

Sudirman

Comment