Suherman, PPK PUPR Menyandera SPMK untuk Kepentingan Tersembunyi: Program P3A Tersendat, BWS Sumatera I Diam!

MediaSuaraMabes, Banda Aceh — Gelombang kritik tajam kini menghantam lingkup Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) di Aceh.

Hingga 17 Oktober 2025, Suherman, S.T., selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) O&P SDA III Satker O&P SDA Sumatera I, diduga masih menyandera Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) milik tiga kelompok Perkumpulan Petani Pemakai Air (P3A) penerima program P3–TGAI Tahun Anggaran 2025.

Padahal, RH Law Firm & Partner telah melayangkan Somasi Resmi Nomor 008/RH-LAW/X/2025 tertanggal 9 Oktober 2025, dengan tenggat waktu tiga (3) hari kalender.

Namun, seminggu lebih berlalu — tidak ada jawaban, tidak ada tindakan, dan tidak ada penyerahan dokumen.

“SPMK adalah dokumen negara. Ketika seorang pejabat berani menahannya tanpa dasar hukum, maka itu bentuk penyalahgunaan jabatan,” tegas Ridwan Muhammad Advokat RH Law Firm & Partner.

Sudah Ditembuskan ke Kepala BWS Sumatera I, Tapi Tetap Diam

Somasi RH Law Firm tidak hanya dikirim kepada Suherman, tetapi juga ditembuskan secara resmi kepada Kepala Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera I di Banda Aceh — atasan langsung PPK.

Namun hingga berita ini diterbitkan, tidak ada satu pun klarifikasi atau tindakan korektif.

“Kami sudah tembuskan surat resmi ke Kepala BWS Sumatera I, tapi tidak ada respons. Diamnya Balai justru memperkuat dugaan bahwa penahanan SPMK ini bukan aksi tunggal,” ujar Ridwan Muhammad, S.H., M.Hum.

RH Law Firm menilai diamnya BWS adalah bentuk pembiaran birokrasi yang berbahaya. “Ketika pejabat di lapangan berbuat, atasan diam, maka pelanggaran bukan lagi insidental, tapi sistemik,” ujar Ridwan.

SPMK Ditahan, Program P3A Lumpuh di Lapangan

SPMK tertanggal 4 Agustus 2025 menjadi dasar hukum bagi tiga kelompok P3A di Pidie Jaya — Usaha Bersama, Andesra, dan Mufakat Jaya — untuk memulai pekerjaan lapangan.

Namun, hingga dua bulan setelah kontrak berjalan, pekerjaan belum bisa dimulai, karena dokumen SPMK belum diserahkan oleh Suherman.

“Dana sudah tersedia di rekening, masyarakat siap bekerja, tapi proyek mandek. Ini sama saja menahan pembangunan rakyat kecil,” ujar Ridwan Muhammad.

RH Law Firm menilai penahanan SPMK tanpa alasan hukum sah merupakan bentuk penghambatan pelaksanaan program pemerintah, yang secara substansi termasuk penyalahgunaan wewenang dan melanggar prinsip efektivitas pelaksanaan APBN.

Dugaan Motif: Fee, Tekanan, atau Permainan Struktural

Dalam analisis hukumnya, RH Law Firm & Partner menduga penahanan SPMK ini tidak terjadi tanpa alasan. Ada indikasi kuat bahwa dokumen tersebut disandera untuk kepentingan nonteknis, antara lain:

• Dugaan permintaan fee pra-pekerjaan terhadap kelompok pelaksana;
• Dugaan koordinasi diam antara PPK dan oknum internal Balai Wilayah Sungai Sumatera I untuk mengatur ritme pencairan atau pelaksanaan proyek.

“Kami tidak menuduh, tapi menduga. Tidak mungkin seorang PPK menahan dokumen negara tanpa motif. Kalau bukan uang, pasti tekanan; kalau bukan tekanan, berarti ada permainan struktural,” ujar Ridwan.

RH Law Firm menyebut pola semacam ini sering terjadi di proyek-proyek pemerintah, di mana pejabat menjadikan dokumen sebagai alat tekan politik dan administratif untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau melindungi kelompok tertentu.

Pelanggaran Hukum yang Terang-Terangan

Penahanan SPMK tersebut telah melanggar Pasal 10 ayat (1) huruf e dan f Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan, Pasal 3 dan 4 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara,serta dapat dijerat Pasal 421 KUHP tentang penyalahgunaan wewenang jabatan.

“PPK bukan raja di Balai. Jabatan itu amanah, bukan alat tawar. Kalau dokumen negara bisa dijadikan sandera, maka hukum telah dikalahkan oleh meja birokrat,” tegas Ridwan Muhammad.

RH Law Firm Siapkan Laporan ke Kementerian PUPR dan Inspektorat

Karena somasi diabaikan, RH Law Firm & Partner akan melaporkan Suherman dan atasan langsungnya ke Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, Direktorat Jenderal SDA, dan Kepala BWS Sumatera I untuk dilakukan audit kepatuhan dan pemeriksaan disiplin jabatan.

“Kami tidak akan berhenti di somasi. Kami akan buka semuanya, termasuk siapa yang membiarkan hal ini terjadi. Kalau ada permainan di bawah, kami akan seret sampai ke pusat,” tegas Ridwan Muhammad.

Firma hukum tersebut memastikan akan memublikasikan setiap langkah secara terbuka, agar masyarakat tahu siapa yang benar-benar bekerja dan siapa yang hanya bermain di atas penderitaan rakyat kecil.

Pesan Tegas untuk Bupati Pidie Jaya

Dalam pernyataannya, RH Law Firm & Partner menyampaikan pesan langsung kepada Bupati Pidie Jaya agar tidak menutup mata terhadap kemacetan program yang berlangsung di wilayahnya.

“Kami meminta Bupati Pidie Jaya turun tangan, memanggil seluruh pihak terkait, termasuk PPK dan pihak Balai. Jangan biarkan pembangunan di Pidie Jaya tersandera oleh perilaku pejabat yang tak bertanggung jawab,” ujar Ridwan.

Menurut Ridwan Muhammad, kepala daerah memiliki tanggung jawab moral dan administratif untuk memastikan program nasional yang bersumber dari APBN berjalan tepat waktu dan tepat sasaran.

“Bupati harus berdiri di pihak rakyat, bukan diam di antara pejabat. Karena yang dirugikan dari penahanan SPMK ini bukan negara abstrak, tapi petani di sawah yang menunggu air dan pekerjaan,” tegas Ridwan.

RH Law Firm menegaskan bahwa jika kepala daerah juga diam, maka yang mati bukan hanya proyek, tapi juga kepercayaan publik terhadap pemerintahan.

“Kalau Bupati Pidie Jaya juga ikut diam, maka itu sinyal bahwa hukum dan nurani sudah dikorbankan,” pungkas Ridwan.

“Publik Berhak Tahu Siapa yang Menghambat Negara”

Sebagai penutup, RH Law Firm & Partner menegaskan bahwa publikasi ini bukan serangan pribadi, melainkan bentuk transparansi hukum dan kontrol sosial terhadap penyelenggaraan program publik.

(Hanafiah)

Comment