Krisis Rempang Menolak Jatuh dalam 2 Tahun Tragedi Pulau Rempang

 

MediaSuaraMabes, Batam – Minggu ini, 7 September 2025, tepat dua tahun tragedi penggusuran paksa wargaPulau Rempangterdampak Proyek Strategis Nasional (PSN) Rempang Eco City. Merayakan tragedi tersebut, wargaRempangmenyelenggarakan “Pasar Rakyat Melawan” di Simpang Sungai Raya, Pulau Rempang, Kepulauan Riau.

Pasar Rakyat Melawan ditunjukkan dengan pasar murah di tepi jalan Simpang Sungai Raya. Warga dari berbagai kampung menjual berbagai hasil bumi Pulau Rempang, mulai dari sayur-sayuran, buah-buahan, hingga berbagai jenis hasil tangkapan nelayan.

Pasar dibuka pukul 15.00 WIB. Beberapa pengendara yang lewat terlihat antusias berbelanja di pasar murah tersebut. “Ini lebih murah daripada di pasar, jadi saya beli banyak,” kata Dila, salah seorang pembeli.

Perdagangan warga dijual di bawah tenda. Tidak luput dari kegiatan, poster-poster perlawanan warga dipasang di sekeliling tenda.

Seorang pedagang, Rani, berusia 31 tahun, menjual berbagai hasil panennya mulai dari jagung, pisang, ubi hingga kelapa. “Ini adalah hasil dari Pulau Rempang yang kami banggakan,” katanya.

Rani menjual seluruh hasil kebunnya yang luasnya 2 hektar dengan harga murah. Seperti jagung yang biasanya dijual di pasar seharga Rp 12.000 per kilogram, di pasar gelap ini dijualnya Rp 5.000/kg. Begitu juga dengan umbi, biasanya seharga Rp 6.000/kg, dijualnya Rp 3.000/kg.

“Harga kami jual murah, karena dari kebun sendiri. Kami juga bukan mencari untung, saya ikut ini untuk berjuang mempertahankan kampung,” kata warga Sungai Buluh tersebut.

Rani berharap pemerintah mendengarkan keluhan masyarakat Rempang. Warga hanya ingin legalitas kampung tua. “Jadi Rempang bukan tanah kosong, panen jagung kami ini bisa 2 sampai 3 ton, itu untuk memasok kebutuhan di Batam. Jadi jangan anggap ini tanah kosong, apalagi dianggap taman buru, ini adalah kampung kami,” katanya.

Ketua Aliansi Masyarakat Rempang Galang Bersatu (Amar-GB), Ishaka, mengatakan acara pasar rakyat ini menunjukkan bahwa Rempang memiliki sumber daya alam yang melimpah.

“Pasar rakyat melawan ini adalah bukti kekuatan masyarakat Rempang. Meskipun kita dizalimi dan ditindas, kita tetap berdiri di kaki sendiri dari hasil bumi kita,” katanya.

Tragedi 7 September Tidak Bisa Dilupakan

Ishaka menegaskan bahwa meskipun masyarakat suka berpesta menunjukkan hasil bumi Pulau Rempang melalui pasar rakyat ini, tragedi 7 September 2023 tidak bisa dilupakan. Pemaksaan masuknya 1.010 aparat ke kampung yang berujung pada bentrok saat itu masih meninggalkan bekas di ingatan warga.

“Yang terjadi pada 7 September merupakan hal gelap yang menjadi kenangan seluruh masyarakat Rempang, termasuk anak cucu kita,” katanya.

Kejadian itu ditunjukkan kepada generasi muda dan cucu, sehingga tidak mungkin melupakan tragedi tersebut. Menurut Ishaka, tragedi tersebut mengambil ruang hidup mereka. Ruang yang ingin diambil oleh pihak yang tidak bertanggung jawab.

Ishaka berharap masyarakat Rempang terus bersatu dalam menjaga ruang hidup mereka, karena hal itu dilindungi oleh konstitusi. “Jaga kampung kita, karena ini warisan untuk anak cucu kita nanti,” katanya.

Demikian juga yang disampaikan tokoh perempuan Rempang, Siti Hawa, atau akrab disapa Nek Awe. Siti mengatakan tidak bisa melupakan tragedi tersebut. “Karena ada air mata yang tumpah ketika itu, itu tak bisa kita lupakan,” katanya.

Siti meminta masyarakat tetap kompak, terlebih Proyek PSN Rempang Eco City sudah mulai merusak akses jalan warga Rempang. Dia berharap masyarakat tidak lelah membela kampung mereka.

Turut hadir dalam acara tersebut Gerisman Ahmad, tokoh Melayu Pulau Rempang. Gerisman juga meminta masyarakat tetap kompak dalam garis perjuangan merawat kampung.

Selain pasar murah, warga mengadakan berbagai pertunjukan tari, nyanyi, dan puisi dari warga di panggung utama. Juga dibacakan deklarasi menolak PSN Rempang Eco City.

Hanya dua jam lebih, dagangan warga Rempang habis terjual. Selepas itu mereka juga sesekali berteriak, “Rempang menolak tumbang”.

Kepala Biro Umum BP Batam Mohammad Taopan merespons Pasar Rakyat Melawan warga Rempang. Menurutnya, ke depan BP Batam akan terus membuka ruang untuk menyerap aspirasi masyarakat.

Ia juga prihatin dengan peristiwa 7 September 2023 lalu dan berharap hal itu tidak terulang kembali di masa depan. “BP Batam”sekarang akan menampung semua aspirasi masyarakat,” katanya, Minggu 7 September 2025.

Mengenai tuntutan warga terkait legalitas kampung tua di Pulau Rempang, Toapan belum dapat memberikan respons.

Comment